Friday, October 08, 2010

Feeding the Ants

Sebelum pulang tadi aku sempat ngobrol dengan salah satu guru olah raga di sekolahku. Aku penasaran ketika melihat beliau menaburkan sesuatu di pojok lapangan multiguna sekolah. Maka akupun mendekat dan bertanya apa yang sedang beliau lakukan. 

"Makani semut," beliau menjawab. Apa? Memberi makan semut? Aku terkesima. Maka kuperhatikan lebih dekat lagi. Memang beliau sedang menaburkan geplak di sana. Dan semut-semut oranye (Javanese: angkrang) itupun mengerumuninya, mungkin bersukacita mendapat remah-remah manis oleh-oleh dari Jogja itu.

"Aku sendenan kene, ra tau ana sing nyokot." (Kalau aku bersandar di sini tak ada yang pernah menggigit.) Wah bisa jadi, orang beliau telaten memberi makan-meskipun semut. "Kadang saya carikan remah-remah jajanan anak yang jatuh." "Kenapa Pak, kok dikasih makan?" aku bertanya. "Kan pecinta binatang" jawabnya dengan seulas senyum yang tak pernah absen dari wajahnya. Ah, karena cinta - how sweet..

Dan inilah beberapa kisah yang kudengar selanjutnya.

Semut-semut merah itu bersarang di pohon besar yang ada di samping lapangan. Dengan keberadaan mereka, maka pohon itu terbebas dari ulat. [Pantas saja aku tidak pernah menjumpai ulat di sekitarnya]. Bapak ini pernah mencoba membawa [memigrasikan] semut-semut itu ke seberang lapangan. Di sana juga terdapat pohon sejenis yang memang sering dihuni ulat-ulat [hhhhhmmmm...]. Namun misi tersebut tidak berhasil karena di sana sudah ada komunitas semut lain. Ah, ini masalah teritori :) Untuk hal ini sisi baiknya adalah kupu-kupu yang masih dimungkinkan kehadirannya setelah para ulat itu bermetamorfosa ^^v. Beliau menambahkan kalau harga telur semut ini mahal dan biasanya dipakai untuk makanan burung.


Wah, aku masih terkagum-kagum. Biarpun semut tetap ada yang perduli pada mereka, apalagi manusia. :) 

No comments: