Menyusun Puzzle
Permainan puzzle sudah kukenal sejak kecil. Dimulai dengan pola yang paling sederhana, hanya tiga atau empat potong kepingan yang membentuk gambar binatang atau bunga hingga ke pola yang lebih rumit dengan gambar yang lebih kompleks tingkat kesulitannya. Ada kepuasan tersendiri ketika akhirnya gambar itu dapat diselesaikan; ketika semua lekukan dan sudut bertemu dengan posisi yang tepat. Suatu gambar akhirnya dapat dinikmati dengan utuh. Namun, untuk mencapai itu diperlukan ketekunan, ketelitian, kecermatan serta kesabaran dalam menyatukan potongan-potongan kecil penyusunnya. Hal ini akan sedikit lebih sulit apabila pada awal penyusunan belum diketahui pola atau gambar akhir yang nantinya akan dihasilkan oleh potongan-potongan gambar tersebut. Tak jarang susunan itu harus dirombak kembali ketika terjadi kesalahan.
Mencari makna kehidupan adalah seperti menyusun kepingan-kepingan gambar dalam sebuah puzzle. Selama hidup kita terus belajar, memperlengkapi diri dengan pengetahuan, pengertian dan hal-hal baru. Dengan kata lain, kita menyusun potongan-potongan puzzle kehidupan.
Ada beberapa hal yang bisa dijadikan pertimbangan. Pertama, ini berkaitan dengan paradigma atau pandangan kita. Kita bisa memilih untuk menyusun kehidupan kita dengan empat, delapan, tiga puluh dua atau seratus potong kepingan, bahkan lebih. Semua itu terserah kita. Akhirnya, ketika sudah merasa ‘cukup’ dengan satu puzzle yang tersusun dari empat potongan gambar saja, kita juga akan mendapat gambar tentang kehidupan seperti seorang anak TK yang baru saja berhasil menyusun puzzle pertamanya yang bergambar salah satu binatang yang lucu. Namun, ketika kita membuka pandangan kita dengan memperbanyak jumlah potongan untuk disusun, hasil yang kita capaipun akan lebih bervariasi, detail dan kompleks; mungkin seperti sebuah lukisan yang menggambarkan keramaian pawai tahun baru. Tentu saja, untuk pilihan yang kedua ini terselip satu konsekuensi besar. Semakin banyak kepingan yang ingin disusun, semakin banyak waktu, kesabaran, ketekunan dan ketelitian yang dibutuhkan.
Kedua, ini berkaitan dengan hakikat puzzle itu sendiri. Suatu kepingan tak akan berarti apa-apa bila tidak disatukan dengan kepingan yang lain, karena puzzle adalah sebuah relationship; hubungan. Ketika kepingan-kepingan yang belum bermakna itu dipertemukan melalui benang-benang merah yang menghubungkannya, maka terbentuklah suatu gambaran yang utuh. Semua bagian saling melengkapi. Semua bagian memiliki peran yang tak tergantikan oleh yang lain. Demikianlah, setiap pribadi membawa kepingan-kepingan itu; entah satu, dua, tiga, atau lebih. Ketika pribadi-pribadi bertemu dalam berbagai hubungan, saat itulah bergulir kesempatan untuk menyusun sebagian puzzle kehidupan. Mau atau tidak, semua itu terserah pada pilihan masing-masing.
Demikianlah puzzle kehidupan dibentuk.
Memilih untuk menyusun sebuah puzzle
yang biasa-biasa saja atau yang luar biasa
adalah sebuah pilihan yang tidak perlu dipaksakan,
karena semua itu ada konsekuensinya.
No comments:
Post a Comment